Beranda Politik Penundaan Pemilu 2024 Akan Picu Meluasnya Konflik Politik

Penundaan Pemilu 2024 Akan Picu Meluasnya Konflik Politik

penundaan
Pangkalpinang I Kaba sumbar.net Usulan penundaan Pemilu 2024menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang. UUD 1945 tegas mengatakan bahwa pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Demikian Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan Jumat, 25 Februari 2022.

“Dalam negara demokrasi siapapun boleh mengusulkan apa saja. Tetapi usulan penundaan Pemilu ini menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang. Sebagai negara hukum, kita wajib menjunjung hukum dan konstitusi,” ujar Yusril.

Pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Kalau pemilu ditunda, kata Yusril, maka lembaga apa yang berwenang menundanya.

“Konsekuensi dari penundaan itu adalah masa jabatan presiden, wapres, kabinet, DPR, DPD dan MPR akan habis dengan sendirinya. Lembaga apa yang berwenang memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut? Apa produk hukum yang harus dibuat untuk menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan tersebut?” ujar pakar hukum tata negara itu.

Menurut Yusril, pertanyaan-pertanyaan tersebut belum dijawab dan dijelaskan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024. Belakangan usulan penundaan juga diungkapkan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara itu, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka akan ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan . Keadaan seperti ini harus benar-benar dicermati. Hal ini berpotensi timbulnya konflik politik yang dapat meluas kemana-mana,” ujarnya.

Menurut Yusril amandemem UUD 1945 menyisakan persoalan besar bagi bangsa, yakni kevakuman pengaturan jika negara menghadapi krisis seperti tidak dapatnya diselenggarakan Pemilu.

“Sementara tidak ada satu lembaga apapun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden, atau menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967,” ujar Yusril.

Facebook Comments