BerandaPendidikanRuang MahabbatullahCinta Semu Versus Cinta Abadi

Cinta Semu Versus Cinta Abadi

oleh Mulia di Katinggian

Cinta Semu anak manusia dengan pasangannya, kerap dipercaya sebagai cinta yang abadi. Cinta yang dipahami sebagai suatu yang ditetapkan oleh seorang anak manusia- yang kemudian diyakini akan kekal atas pertimbangan akal semata.

Berbeda dengan Cinta yang dilabuhkan pada lautan kasih Allah. Hanya CintaNya lah yang layak dipercaya sebagai pemilik kekalan dan abadi. Bagaimana cerita dan duduk persoalan cinta itu. Berikut simak ceritanya.

“Guru, Apakah aku telah termasuk orang yang mencintai dan dicintai Allah.”tanya salah seorang muridku.

Pertanyaanmu terlalu tinggi !. Apakah menurutmu mungkin bagiku menjawabnya?, kataku balik bertanya.

“Bukankah guru termasuk orang yang mengenal Allah. Dan menurutku, guru juga termasuk orang yang dicintai Allah?” katanya.

Dari mana kau tahu, dan apa alasanmu  menilai aku demikian?, tanyaku mulai mengarahkannya.

“Karena guru sangat mengenal Allah. Dan bahkan mengerti sifat sifat Allah.” jawabnya.

Apakah dengan begitu bisa dijadikan alat ukur?, tanyaku memancing.

“Tentu saja,” jawabnya yakin.

Baik ! . Lantas bagaimana tentang seorang yang punya musuh, bukankah dia juga mengenal musuhnya? Semakin dikenali dan dikuasai sifat-sifat musuh, maka semakin mudahlah musuh itu dilumpuhkan. Bukankah  begitu?” tanyaku. membuat dia kembali berfikir.

cinta
foto ilustrasi (google )

“Lantas bagaimana dan seperti apa orang yang mencintai dan dicintai Allah itu, Guru..”? tanyanya penasaran.

Bukankah tadi sudah ku katakan, apakah mungkin bagiku menjawab tanyamu?. Sebab itu pertanyaan yang sangat tinggi, dan sangat dalam?”, kataku lagi.

“Kenapa guru katakan itu sebagai pertanyaan yang tinggi? Menurut hemat saya, pertanyaanku itu pertanyaan yang biasa saja, ” katanya mulai menjawab tanyanya sendiri.

Mendengar dia berkata bahwa baginya itu pertanyaan biasa saja. Tentu saja aku tersenyum. Sebab yang aku tahu, para nabi, rasul Rasul dan Auliya Auliya kekasih Allah, hancur- hancuran berjuang buat menjawab pertanyaan itu.

APAKAH AKU MENCINTAI DAN DICINTAI? Benarkah ini pertanyaan sepele dan biasa biasa saja?

Jangankan kepada Allah, bahkan kepada seluruh pasangan manusia di dunia ini, jawaban atas  pertanyaan inilah yang menentukan “nilai” suatu hubungan masing-masing pasangan.

Dan tentu sangat naif, jika  pertanyaan ini, hanya sekedar pertanyaan belaka baginya. Karena hubungan itu tergantung dari realisasi jawaban atas pertanyaan ini.

Melihat aku hanya tersenyum, diapun kembali bertanya.

“Kenapa guru hanya tersenyum dan tidak menjawab tanyaku.” katanya penasaran dan ingin tahu.

“Ah..kau ini ada ada saja yang kau tanyakan padaku. Apakah kau tidak pulang kampung lebaran ini? Tanyaku mulai menjawab pertanyaannya.

“Sebenarnya aku sangat rindu pulang ke kampung..  Sudah lima tahun aku tidak pulang kampung. Tapi lebaran ini, tampaknya aku belum juga  bisa pulang Guru”, jawabnya sambil mengemukakan  alasannya tidak bisa pulang. Terutama karena faktor biaya.

“Tapi hubunganmu dengan anak dan istrimu baik baik saja kan?” Tanyaku melanjutkan, mengalihkan pembicaraan, agar tidak menanyakan persoalan tadi .

“Iya guru.. Alhamdulillah.. hubungan kami tetap baik” jawabnya.

Karena sudah lama tidak pulang, mengapa tidak kau cari saja istri dan menikah lagi !

“Sebelum puasa ini aku dengar kau diajak kawanmu jalan jalan ke Pekan Baru. Kenapa kau tak mau ikut?” Tanyaku memancingnya.

“Tidaklah guru…! Dari pada hal hal mubazir begituan, lebih baik uang untuk jalan-jalan itu aku kirim buat anak anak. Di kampung sekarang lagi membangun juga,” katanya.

“Tapi apakah kau yakin bahwa istrimu masih mencintaimu?, tanyaku kembali mengarah.

“Yakinlah guru.. masa’ tidak..? Barusan saja dia dan anak-anak Vidio Call denganku. Kami selalu kontak- kontak. Jika tidak dia yang nelpon duluan, akulah yang menghubunginya,” kisahnya.

“Tapi itu kan cuma gambar di hp. Engkau kan sudah lima tahun tidak pernah berjumpa. Apakah kau yakin dia masih setia?”, tanyaku.

“Tentu saja aku yakin !. Karena dia itu istriku. Aku sangat tahu sifat sifat dan tabiatnya,” Jaabnya  mantap.

“Cincinmu ku lihat bagus !,” kataku kembali menggodanya. Sambil memainkan cincin besi di jarinya aku lihat dia larut dan hanyut dalam kerinduan  .

“Ini cincin istriku yang dipakainya semasa gadis dulu. Sebelum berangkat, aku disuruhnya memakai cincin ini .  Yaach hanya cincin besi biasa guru.” Katanya berkisah.

Aku dapat merasakan perasaannya, atas kenangan yang terkandung pada cincin yang dipegangnya. aku melihat bahwa hatinya sedang melayang ke haribaan kekasihnya di seberang sana. Itu dapat ku lihat dari ekspresi dan sorot matanya.

“Cintamu dan cinta istrimu tidaklah kekal, apalagi abadi. Kau tidak perlu mempertahankan cinta yang begituan,” ucapku tiba tiba membuyarkan lamunannya.

Sorot matanya yang penuh kerinduan itu, berubah drastis. Mungkin dia menyangka aku tengah meramal Nasib hubungan  dirinya dengan sang istri, sehingga tampak pada sorot matanya membiaskan keingintahuan.

“Kenapa begitu guru?”, tanyanya terkejut.

“Sebab kau bukan Tuhan !. Cinta yang kekal abadi, hanya milik Allah. Larutkanlah cinta-kasih kalian berdua yang semu (semusim) itu kepada yang Kekal abadi, agar cinta kalian abadi,” kataku membuat dia kembali lega.

 

Facebook Comments

- Advertisement -
Must Read
- Advertisement -
Related News