/ Syeikh Mulia Di Ketinggian.
“Guru, aku telah jatuh bangkrut. Semua hartaku telah habis. Patung mahal karya pematung ternama, Mobil, rumah, tanah semua telah ludes terjual. Bahkan harta yang diwariskan orang tuaku pun, juga telah habis terjual”. Tangis seseorang padaku. merobohkan
“Lalu apa masalahnya?”. Tanyaku sambil tetap menyimak Hp-ku. Sebab aku sedang membaca surat Al-Anbiya.
“Entahlah Guru !. Aku tidak tahu kenapa sampai nasibku begini. Semua telah hancur.” Ucapnya.
Aku diam saja. Dan terus membaca surat Al Anbiya di Hp ku. Karena aku sebenarnya tidak suka melihat kecengengannya. Makanya aku acuh tak acuh saja.
Melihat sikapku demikian, diapun mengusap air matanya. Setelah meneguk kopinya diapun bertanya. Mungkin dia mencoba mengambil perhatianku.
“Apa yang guru baca ?” Tanyanya.
Ini..! Kisah Nabi Ibrahim menghancurkan patung !. Apakah engkau telah pernah membaca atau mendengarnya? Tanyaku.
“Dahulu pernah ku baca, dan juga aku dengar dari pengajian ustadz.” Jawabnya.
“Dapatkah engkau mengisahkannya padaku, mengapa patung patung itu dihancurkan Nabi Ibrahim. Dan bagaimana cara Nabi Ibrahim menghancurkannya?. Tanyaku ingin tahu.
“Iya Guru…!. Jika aku tidak salah, Nabi Ibrahim menghancurkan patung patung itu, karena kaum masa itu ingkar kepada Allah. Mereka bertuhan kepada patung, bukan kepada Allah. Menurut keyakinan mereka, patung itulah yang membuat mereka berkuasa, memberikan kekayaan, dan yang memberikan mereka kesuksesan . Sehingga patung patung itulah yang mereka puja-puja dan banggakan, dan disembah.
Lalu Allah ingin menyadarkan mereka. Melalui tangan Nabi Ibrahim patung patung itu dihancurkanNya. Nabi Ibrahim sengaja meninggalkan satu patung yang paling besar. Di leher patung besar itu Nabi Ibrahim menggantungkan kampak yang dipakainya merobohkan patung itu.
Keesokan harinya, mereka heboh atas hancurnya patung-patung pujaan mereka , dan mencari Nabi Ibrahim. Mereka marah bukan kepalang. Mengapa tuhan-tuhan mereka dimusnahkan.
Nabi Ibrahim tidak mengakuinya, dan berkata bahwa patung besar itulah penyebab segala kehancuran itu. Buktinya ada kampak yang tergantung di dada patung besar itu. Begitu kata Nabi Ibrahim.
Tentu saja mereka tidak percaya. Sebab patung tidak akan bisa berbuat apa apa. Karena patung besar itu benda mati.
“Nah… Jika kalian tidak percaya bahwa patung itu bisa berbuat, kenapa masih saja kalian sembah dan kalian bangga banggakan?” Jawab Nabi Ibrahim kepada mereka. Sehingga kemarahan mereka semakin memuncak.
Akan tetapi sebahagian dari mereka ada yang menerima pernyataan Nabi Ibrahim sebagai suatu kebenaran. Sebagian itu insyaf dan bertobat, dan selanjutnya mengikuti Nabi Ibrahim.” Katanya bercerita.
“Menurutmu bagaimana? Apakah mungkin patung besar itu yang menghancurkan patung patung yang lainnya?” aku sengaja bertanya padanya.
“Tentu saja. Tidak guru..! Itu mustahil terjadi !. Sebab patung hanya benda mati. Dia terbuat dari tanah atau batu dan tidak mempunyai kuasa apa- apa.” Jawabnya.
“Oh begitu..? Aku tadi telah salah mendugamu. Aku takut, jika engkau menyangka aku ini sejenis patung besar itu, dan ingin minta pertolongan pula padaku.” Candaku mulai mengarah, dan membuat dia tersenyum atas kelakarku.
“Guru ini ada ada saja !. Mana mungkin guru saya samakan dengan patung.” Katanya rada malu.
“Bukankah aku juga berasal dari tanah, sebagaimana patung-patung itu?”
Tanyaku lagi. Dia hanya diam. Aku tidak tahu apa yang sedang terfikirkan oleh ucapanku itu.
“Berarti Allah dan Rasul ingin menegur mereka, sehingga semua patung-patung tuhan mereka itu. dihabisi-. Tujuan-Nya agar mereka menyadari, bahwa semua yang mereka miliki itu hanya pemberian Allah. Bukan pemberian patung besar – yang berasal dari tanah itu. Begitukah maksudnya?” Tambahku lagi memancing pemahamannya.
“Iya guru..” jawabnya pelan dan tersenyum mengangguk.
Tapi kali ini suaranya mulai melunak, dan senyumnya aku lihat juga telah berubah.
“Lantas solusinya apa yang diberikan Nabi Ibrahim kepada kaum itu?” tanyaku lagi.
“Mereka diajak Nabi Ibrahim untuk menyembah Allah. Karena Allahlah pemilik segala yang ada di langit dan di bumi.” Jawabnya.
“Jika begitu, jangankan kaum itu, bahkan, kalau saja si patung besar yang cuma berasal dari tanah itupun pandai meminta kepada Allah, maka Allahpun memberi permintaannya. Karena Allah Maha Kuasa dan Maha Pemberi. Sedangkan patung tidak mempunya kuasa apa-apa. Begitukah maksudnya.? Tanyaku menatapnya sesaat, guna memancing penalarannya.
Dia hanya mengangguk sambil menatapku nanar. Sepertinya dia menemukan sesuatu dalam dirinya.
“Kenapa kau menatapku begitu?” sapaku. Karena aku lihat dia seperti orang yang berfikir keras.
Dia diam. Tiba tiba saja dia menunduk ke lantai sambil menangis keras.
” Kesombongan dan kebodohanku selama ini telah membuat aku hancur. Ternyata selama ini aku telah menuhankan diriku. Sungguh aku menyadarinya sama sekali. Rupanya, akulah patung besar itu.” Katanya sambil menepuk-nepuk lantai sesegukan menahan isak tangisnya.
Aku membiarkan saja. Sebab aku telah tahu apa yang dirasakannya. Dan setelah dia puas, barulah aku mendekatinya.
“Sudahlah..! Apabila yang Hak telah datang, maka yang bathil akan hancur dan tersingkir. Jika engkau telah mampu menghancurkan patung besar itu, dan tidak lagi “menuhan”-kan dirimu. Dengan begitu, patung patung yang lain, seperti harta, pangkat, kedudukan, dan semua yang ada itu, tidak akan lagi menguasaimu, tapi engkaulah yang menguasainya. Itulah agama Ibrahim yang lurus.” kataku sambil menepuk pundaknya menenangkannya.
Facebook Comments