MEDAN | Kabasumbar.net – Ketua DPD RI sebut nilai peran penyuluh pertanian amat penting untuk menjaga ketahanan pangan Nasional.
Hal itu dikatakan LaNyalla yang hadir secara virtual di Konferensi Asosiasi Program Studi Penyuluhan-Komunikasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia yang dilaksanakan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari, Sabtu (27/8/2022).
Kegiatan tersebut mengangkat tema ‘Penguatan Kebijakan dan Anggaran dalam Pengembangan Inovasi dan Penyuluhan guna Mewujudkan Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan’.
LaNyalla menjelaskan, penyuluh pertanian merupakan interlekutor komunikasi pembangunan untuk memastikan terjadi sinkronisasi antara program pemerintah dengan praktik dan kebutuhan di lapangan.
“Saya menilai penyuluh pertanian merupakan garda terdepan untuk memastikan agar program ketahanan pangan di Indonesia berhasil,” ujar LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, dari hasil ia berkeliling ke seluruh Indonesia, ia menilai ada masalah pola komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. Salah satunya dalam hal implementasi kebutuhan di daerah dengan apa yang direalisasikan dari pusat.
“Saya pernah melihat sendiri, beberapa traktor pertanian bantuan pemerintah pusat tidak digunakan secara maksimal karena tidak sesuai dengan akses ke lahan yang sempit yang berada di lereng bukit dan kendala lain. Hal semacam ini juga terjadi di peralatan-peralatan bantuan lain,” tutur LaNyalla.
Tak hanya pada mekanisasi pertanian, LaNyalla juga menilai terjadi kendala pada program inovasi pertanian, inovasi bibit baru, perubahan pola tanam, perubahan skema pemberian pupuk dan lain-lain yang seringkali terjadi kendala di lapangan.
“Di sinilah peran strategis dan penting para penyuluh dan komunikator pembangunan, khususnya di sektor pertanian,” tegas LaNyalla.
LaNyalla akan meminta Komite II dan Komite IV di DPD RI untuk menyuarakan hal ini kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan.
“Karena kami di DPD RI bukan pembentuk Undang-Undang APBN, sehingga kami hanya bisa menyampaikan aspirasi sesuai tema konferensi hari ini,” papar dia.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menyatakan optimistis Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia. Untuk mendukung hal tersebut, LaNyalla mendorong pemerintah melakukan percepatan penggunaan bio-teknologi.
Dikatakan LaNyalla, isu tentang ketahanan dan kedaulatan pangan memang menjadi isu penting, selain energi hijau dan pemanasan global serta lingkungan. Karena pangan bisa menjadi pemicu perang dan ketegangan kawasan di masa mendatang.
“Apalagi, krisis pangan dunia diperkirakan terjadi menjelang tahun 2050 mendatang. Di mana pada saat itu, Indonesia juga mengalami ledakan jumlah penduduk usia produktif, yang mencapai 70 persen populasi dari total penduduk di Indonesia,” kata LaNyalla.
LaNyalla menjelaskan, berdasarkan analisa Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksi akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen di tahun tersebut, sebagai konsekuensi agar penduduk dunia tidak terpuruk dalam kemiskinan dan kelaparan.
Oleh karena itu, LaNyalla berbicara lebih fundamental tentang membangun ketahanan pangan. Sebab baginya, sudah seharusnya Indonesia dengan keunggulan komparatif sumber daya alam penunjang pangan, bisa menjadi lumbung pangan dunia, baik melalui kesuburan tanahnya, iklimnya, hutannya, lautnya dan panjang garis pantainya.
Namun, hal tersebut sulit dicapai dengan komponen utama yang kita tidak berdaulat atas hal itu. Sebab, sejauh ini, komponen-komponen tersebut masih kita dapatkan secara impor.
“Ini jelas tidak masuk akal. Bagaimana mungkin membangun suatu kedaulatan dengan komponen yang kita tidak berdaulat,” tutur LaNyalla.
LaNyalla pun mengajak bangsa mengakhiri rezim impor. Terutama komponen impor dalam proses produksi pertanian kita sendiri. Karena konsepsi dari nilai-nilai luhur yang terdapat di Pancasila, yang merupakan rumusan para pendiri bangsa, sebenarnya sudah cukup jelas, yaitu kita menanam apa yang bisa tumbuh di sini. Dan kita memakan apa yang tumbuh di sini.
“Jadi sudah waktunya Indonesia mempercepat revolusi bio-teknologi dengan orientasi yang sangat terukur. Negara harus mengarahkan program rekayasa genetika dengan pendekatan bio-teknologi dengan empat target, yaitu hasil yang bisa dikembangkan, tahan terhadap perubahan iklim, aman dikonsumsi, dan berdampak positif terhadap lingkungan,” ucap LaNyalla.
(Tim Kaba Sumbar/SK)
Facebook Comments