Beranda Pendidikan Ruang Mahabbatullah Kalam Tuntut Kemampuan Membaca, Menyimak dan Menulis

Kalam Tuntut Kemampuan Membaca, Menyimak dan Menulis

kalam

Oleh Muliadi Katinggian.

Soal Kalam (Qalam) ! Seorang murid bertanya soal Qalam yang ditulis Mulyadi beberapa hari lalu di media Kabasumbar.net ini.

“Guru..Hemat saya, guru agak lebih khusus membahas tentang ayat kalam (qalam) ini.surat yang pertama diturunkan Allah yaitunya surat Al’alaq. . Timbul pertanyaan di hati saya, seberapa pentingkah ilmu Al-qalam ini dalam kehidupan kita ?.

Pertanyaan selanjutnya guru, bagaimana cara membaca dan memahami hikmah dari kalam ( qalam ) yang kita baca ?.

Muliadi Katinggian:                                                                                            Alhamdulillah.. terimakasih banyak atas pertanyaan dari Syeikh Mudo Ismed Abdullah.. Semoga berkah dan hikmah Allah selalu tertumpah buat kita.  Semua anggota Group Mahabbatullah yang kita cintai ini.. Amiin ya Rabbal Alamiin.

berbicara tentang Qalam atau Kalam, Ini tentu tidak habis habisnya. Sebab qalam atau kalam itu, telah ditetapkan Allah buat menjadi suatu system perangkat bagi proses pencerdasan manusia dan kemanusian kita.

kalam

Selagi manusia berkeinginan meraih kecerdasan, Itu artinya manusia tidak bisa terlepas dari qalam.

Qalam atau kalam dalam konsepsi pembelajaran Islam merupakan bidang keilmuan yang penting. Yaitu ilmu Qalam. Karenakan ilmu tentang Qalam itu cakupannya sangat luas. Sehingga dari kurun waktu ke kurun waktu, pemahaman tentang Qalam itu semakin menukik dalam dan bersifat universal.

Qalam yang oleh sementara orang dalam versi bahasa Indonesia di artikan dengan hasil kerja  sebuah “Pena”. Berkat perkembangan teknologi pemahaman tentang pena sebagai perangkat tulis untuk dibaca, dewasa ini semakin meluas. Sehingga makna qalam dari hasil hasil pena, berubah menjadi sebuah perumpamaan atau semisal saja. Contohnya, pena bagi dunia penulisan atau pers di tanah air.

Tentang Qalam bukanlah hanya semisal pena saja. Hal ini sesungguhnya sangatlah terang dari peristiwa di gua Hira’. Semua umat Islam di muka bumi ini tahu, bahwa Rasulullah tidak pandai membaca tulisan Arab. Juga tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah melihat semacam benda atau symbol sebentuk pena. Atau kertas maupun kanvas bertuliskan sesuatu simbul Bahasa yang ditulis malaikat Jibril buat disuruh baca oleh Rasulullah.

Akan tetapi apakah Rasulullah tidak dijadikan cerdas? Padahal kita tahu bahwa penulisan ayat dan hadist, baru ada setelah sekian masa sejak turunnya ayat. Lantas dengan qalam apa sahabat belajar, jika arti qalam kita paksakan juga mesti “pena”? Seperti pemahaman kita waktu SD dulu..

Ada hal lain, yang barangkali setiap kita telah mengetahuinya. Ada filosofi yang berbunyi “Alam takambang jadi guru.” (Alam terbentang, jadikan guru ) Ini terjadi karena sesungguhnya, alam terbentang itu sejatinya dapat dibaca. Karena dia juga berqalam jika kita mau mencermatinya.

Tentang Qalam, baik dari tuturan ucapan atau tulisan dan sandi symbol-simbol pada alam.  Membaca dan menyimak adalah kunci utamanya. Itulah konsepsi dasar yang diisyaratkan Ayat Al Alaq – yang dimulai dengan Iqra’. Hal itu juga diterangkan Allah  prihal Qalam pada ayat-ayat berikut setelah  Iqra” .  Dan  demikian juga tentang menulis, membaca dan menyimak.

Membaca hikmah dari qalam, tentulah menuntut kemampuan menyimak, guna  dan memperdalam bacaan. Dalam filosofi budaya Minangkabau dikenal dengan cara “Mangoruak sahabih gauang, ma ewai sahabih raso” ( Menggali sehabis gaung/lubang gua, menakarinya sehabis rasa ). Selanjutnya dikuatkan dengan “Bajalan sampai sampai ka bateh, ba bilang sudah sudah “ ( Berjalan sampai ke batas, berhitung sampai tuntas ). Dengan kata lain menimba ilmu sampai ke dasar hakikat ilmu tersebut.

Artinya ilmu itu haruslah benar benar dituntut atau dipelajari, bukan hanya sebatasi dikenali dan dihapal-hapal. Makanya Iqra’!,.Iqra’!. Iqra’!.   Berulang-ulang hal itu diperintahkan Allah pada Nab i Muhammad.SAW. Agar Nabi manelisik yang lahir, dan memandang yang ghaib,  tilisik (simak) yang bathin.

editor: Bhouyuoang Slomak

Facebook Comments