KabaSumbar – Tarian Pembagian THR yang tengah viral di Indonesia menjelang Lebaran 2025 mencuri perhatian karena kemiripannya dengan Tarian Hora, tarian tradisional Yahudi. Tren yang awalnya dimaksudkan untuk menyambut Tunjangan Hari Raya (THR) ini kini memicu kontroversi dan perpecahan di kalangan warganet.
Apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa tarian ini menjadi sorotan?
Awal Mula Tarian THR Mengguncang Media Sosial
Tarian yang dijuluki “Tarian Pemanggil THR” ini pertama kali muncul di platform TikTok pada awal April 2025. Dengan gerakan melangkah ke kanan-kiri dan lompatan kecil dalam formasi lingkaran, tarian ini cepat menyebar sebagai ekspresi kegembiraan menyambut THR, tunjangan wajib bagi karyawan menjelang Idulfitri.
Ribuan video dengan tagar #TarianTHR dan #PemanggilTHR membanjiri media sosial, menampilkan kelompok-kelompok yang menari dengan ceria. Namun, euforia ini berubah menjadi polemik ketika warganet menyadari kesamaan gerakan tarian ini dengan Tarian Hora, sebuah tradisi Yahudi yang populer di perayaan seperti pernikahan dan hari raya. “Saya kaget, kok mirip banget sama tarian Yahudi yang pernah saya lihat di video,” tulis Eka, di X, memicu diskusi yang langsung viral.
Apa Itu Tarian Hora dan Kesamaannya dengan Tarian THR?
Tarian Hora adalah tarian rakyat Yahudi yang berasal dari Eropa Timur, sering dilakukan dalam lingkaran dengan langkah samping dan lompatan ringan. Menurut Dr. Rachel Cohen, ahli budaya Yahudi dari Hebrew University, “Hora adalah simbol sukacita dan kebersamaan, dibawa imigran Yahudi ke Israel dan menjadi ikon budaya.” Gerakan ini ternyata hampir identik dengan Tarian THR yang dilakukan masyarakat Indonesia, baik dari ritme maupun formasi lingkarannya.
Meski begitu, belum ada bukti bahwa Tarian THR sengaja meniru Hora. “Kemungkinan ini hanya kebetulan atau pengaruh tidak langsung dari budaya global di media sosial,” kata Anto, pengguna media sosial
Kontroversi Muncul: Hiburan atau Penyerupaan Budaya?
Fenomena ini segera memicu reaksi beragam. Di Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim, sebagian warganet menganggap tarian ini sensitif karena menyerupai budaya Yahudi. “Hati-hati, ada hadis yang bilang menyerupai kaum lain bisa bermasalah,” tulis salah seorang warganet di X, merujuk pada hadis riwayat Abu Daud. Sejumlah tokoh agama pun mengimbau masyarakat untuk bijak mengikuti tren, meski tidak melarang secara tegas.
Di sisi lain, banyak yang membela tarian ini sebagai hiburan semata. “Ini cuma kreativitas menyambut Lebaran, jangan dibesar-besarkan,” kata salah seorang konten kreator.
Di X, diskusi semakin memanas. Ada yang bercanda dengan menyebut “THR” sebagai “Tel Aviv Hari Raya,” sementara lainnya mengunggah video perbandingan Tarian THR dan Hora untuk edukasi. Tagar
Mengapa Tren Ini Penting Diketahui?
Tarian THR bukan sekadar hiburan musiman, tetapi juga cerminan bagaimana globalisasi dan budaya digital membentuk tradisi lokal. Dengan kemiripan yang tak terduga dengan Tarian Hora, fenomena ini mengundang kita untuk merenung: seberapa jauh batas kreativitas sebelum menyentuh sensitivitas budaya?
Hingga kini, popularitas Tarian THR mulai meredup akibat kontroversi, tetapi jejaknya tetap menjadi pembicaraan. Bagaimana pendapat Anda tentang tarian viral ini? Apakah sekadar tren Lebaran atau ada makna lebih dalam? Sampaikan pandangan Anda di kolom komentar!
Facebook Comments