Beranda Ciloteh Palanta Surau Muliadi Katinggian Tahu Diri dan Tak Tahu Diri

Tahu Diri dan Tak Tahu Diri

Diri
Salah satu surau Tua di Sumatera Barat. (Sumber Goole )

Oleh Mulyadi Katinggian

Seseorang datang ke Surauku, menanyakan tentang keberadaan”diri-nya”           “Guru.. telah berpuluh puluh tahun aku mengaji diri, tapi sampai saat ini aku belum juga paham tentang diri itu. Kenapa sampai begitu guru?” Tanyanya padaku.

“Astaqfirullahal al-Adziim…!  Jadi..sampai saat ini belum juga kau tahu diri? Tanyaku pura pura terkejut.

“Jika demikian, cepat-cepatlah kau minta maaf pada gurumu. Pasti adab kau salah, sehingga apa yang di ajarnya padamu, tidak dapat kau pahami..” kataku padanya.

Tentu saja dia tercengang.. mendengar jawabanku

“Maksud guru? Aku ini murid yang salah dan tidak beradab?” Tanyanya.

“Mungkin saja  !. Karena orang yang “tak tahu diri”, bukankah wajar jika sering salah adab?” Jawabku mencandainya.

Dia  hanya membalasnya dengan senyum ciut.

“Jadi.. dimana sesungguhnya letak diri itu guru?”, Tanyanya serius ingin tahu.

Mendengar pertanyaan demikian. Aku membalik-balikkan sudut tikar tempat dudukku, seakan- akan mencari sesuatu di bawah tikar itu.  Aku sengaja memancing agar dia bertanya dengan tingkahku itu.

“Apa yang guru cari? tanyanya karena tak tahan ingin tahu apa yang ku cari.

“Ya itu..! yang kucari yang kamu tanyakan tadi !. Mana tahu dirimu yang kau tanyakan itu tersembunyi di bawah tikar ini. Atau jatuh ke kolong lesehan tempat duduk kita ini. Itulah yang ku telisik. Namun tidak juga kutemukan.” Jawabku enteng, tanpa beban dan rasa berdosa.

Dia kembali tersenyum melihat ulah dan wajahku yang barangkali lucu menurutnya.

Setelah tenang dan diam sejenak, aku sengaja berseru dengan mengeja Namanya secara lengkap.

Dia sontak menjawab dan rada kaget.

“Ya.. Guru !” sahutnya dan menatap padaku, dengan ekspresi ingin tahu, mengapa aku memanggil dan mengeja namanya.

“Kenapa kau sahuti ketika aku memanggilmu?” Tanyaku dengan tatapan penuh selidik.

“Tentu saja kusahuti, karena guru memanggilku.” Jawabnya.

“Ondeh..mandeh !.. rupanya, tadi aku salah lagi… Ternyata “aku” mu itu, memang tidak berada di bawah tikar ini, akan tetapi kau simpan. lantas mengapa kau jauh jauh datang ke sini dan pura- pura bertanya padaku. Dan aku, hampir saja percaya padamu.! Kau ini ada ada saja..! rupanya kau hanya mencandaiku saja, berlagak tidak tahu. Padahal “diri”-mu, kau bawa kemana kau pergi. Tadi kau tanya pula “diri”padaku..” Kataku pura-pura mengomel..

 

Dia menatapku sesaat dan menunduk. sepertinya dia sedang memikirkan bagai mana lagi cara bertanya.

“Jika ini yang kau lakukan selama ini, wajar saja jadi lama kau mengaji,  kataku sambil mengulangi lagi perbuatan seakan- akan  mencari sesuatu yang hilang.

“Apa yang guru cari?” Tanyanya ingin menolongku menemukan yang aku cari.

“Rokok ku tadi mana?” Tanyaku sambil menoleh kian kemari.

“Bukankah yang dikantong baju guru itu, rokok..” tunjuknya serius kea rah kantong baju ku.

“Duh…aku ini.. ! mungkin aku sudah pikun agaknya. Jelas- jelas rokok itu di saku dadaku, masih juga kucari ke mana-mana. Untung kau beri tahu. Jika tidak? Mungkin sampai ke puncak gunung atau hutan hutan itu aku mencarinya. Tentu orang-orang yang melihatku akan menyangka aku sudah gila..” Ujarku seakan-akan sama sekali tidak peduli tentang apa yang  dirasakannya atas jawabku itu.

Facebook Comments