Limapuluh Kota |kabasumbar- Kendati Wakil Bupati Limapuluh Kota, Riski Kurniawan Naskari ( RKN ) santer dituduh “Abuse of power “. Lakukan tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan yang melekat padanya untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi, sejak Juli 2023 mangkir, tidak laksanakan tugasnya selaku Wakil Bupati Kab. Limapuluh Kota, namun konon, Gaji, Tunjangan Jabatan serta Fasilitas lain tetap dibayarkan. Adakah ” Persekongkolan ” ?
Pasalnya, Arogansi kebijakan RKN itu, santer dapat kecaman publik, karena telah merugikan keuangan atau perekonomian kabupaten Limapuluh Kota, berpotensi di jerat UU No.31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU No.30 Tahun 2014, ditenggarai lakukan persekongkolan jahat dengan pejabat terkait dengan pencairan Gaji, Dana Tunjangan Jabatan, Dana Tunjangan Rumah Tangga Wakil Bupati, Dana Operasional serta Penggunaan Fasilitas Negara, konon tetap dibayarkan pihak- pihak berkompeten.
Setidaknya, pencairan Gaji, Tunjangan Jabatan, serta pencairan dana Operasional kepada Wabup RKN, konon tetap dibayarkan kendati tidak melaksanakan tugasnya sebagai pembantu Bupati, Juli 2023 lalu. Namun Win Heri Endi, selaku Kepala Badan Keuangan Kab. Limapuluh Kota dimintakan wartawan konfirmasinya, terkesan menghindar dan berusaha melemparkan tanggung jawabnya ke Irwandi, Kabag Umum Pemkab Limapuluh Kota, Selasa, 19/3 lalu.
Setali Tiga Uang, terkait konfirmasi wartawan kepada Kabag Umum Pemkab Limapuluh Kota, Irwandi alias Pijay, konon tetap pencairan dana Rumah Tangga serta Penggunaan Fasilitas negara, berupa Rumah Dinas dan Kendaraan Dinas Wakil Bupati, tetap lancar itu, hingga berita ini update, terlihat bungkam dan terkesan menghindar.
Menyikapi kondisi karut marut jalannya pemerintahan Kabupaten Limapuluh Kota, pasca disharmonisnya kepemimpinan pasangan Bupati Safaruddin Dt. Bandaro Rajo dan Rizki Kurniawan Nakasri ( Safari- red ), mengomandoi 13 Kemacamatan dengan penduduknya 396. 427 jiwa itu, telah menimbulkan kegelisahan ditengah- tengah masyarakat, tidak terkuali memantik keresahan Zul Efrimen, SH, pemerhati politik dan hukum Luak Limapuluh Kota.
Kepada kabasumbar.net, Lujua, demikian panggilan akrabnya paparkan, ” Sikap Wabup Limapuluh Kota, RKN, benar dikategorikan ” Abuse Of Power “, yakni azas menyalah gunakan wewenang berpotensi di jerat UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e dan penjelasannya.
Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi, sesuai Undang-Undang Nomor 31Tahun l999 junto Undang-Undang Nomor20 Tahun 2001 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi, ungkapnya.
Juga, menurut ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.
Dilain pihak, mengacu Pasal 77 ayat 3, Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang meninggalkan tugas selama 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam satu bulan tanpa izin, maka bisa mendapatkan teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur, demikian papar Jaka.
Ditambahkan pada Pasal 78 UU 23/2014, ayat (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah di berhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c karena:
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalamPasal 67 huruf b;, imbuh Jaka.
Penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini merupakan sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31Tahun l999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan khususnya dalam pengelolaan dan peruntukkan keuangan negara oleh aparatur negara,sesungguhnya itu merupakan tindak pidana korupsi oleh karena sifatnya merugikan perekonomian negara dan
keuangan negara, demikian ungkap Lujur.(Jun )
Facebook Comments