LIMAPULUH-KOTA – Kaba Sumbar.net – Bagai Kawasan tak bertuan, objek wisata jalan layang Kelok Sembilan, tampak semakin tidak terurus. Keindahan destinasi Alam kolaborasi teknologi itu, semakin hari semakin semberaut. Pemkab Limapuluh-Kota seakan enggan campur tangan. Alasannya belum ada penyerahan dari Pemprov Sumbar sejak selesainya pembangunan jalan layang tersebut .
10 tahun sudah berlalu. Keindahan objek wisata jembatan layang yang berkelok-kelok itu sudah kehilangan pesonanya. Pengunjung yang ingin mengabadikan moment berswafoto di tempat itu tidak lagi leluasa untuk mengambil posisi yang tepat. Panorama bukit barisan yang mengelilingi jembatan layang Kelok sembilan itu, sudah sulit dinikmati. Semua posisi bagus untuk berswafoto, dirampas puluhan lapak liar yang memenuhi tepi ruas jalan.
Lapak-lapak pedagang itu tidak hanya merusak pemandangan, akan tetapi juga mempersempit ruas jalan di jembatan ikonnya Objek wisata Sumatera Barat itu. Hampir seluruh ruas jalan untuk kenderaan roda dua terpakai oleh bangunan Lapak dagangan di sana.
Ruas jalan tersebut semakin dipersempit dengan parkirnya speda motor pengunjung yang minum di lapak-lapak setempat. Ruas Jalan yang semula lebar, menjadi menyempit dan kerap menimbulkan macet.
Tidak jarang pula sejumlah lokasi yang ada dipinggiran jembatan Pemandangan kondisi kawasan wisata ikonik Sumatera Barat itu, selesainya pembangunan Kelok Sembilan, hingga kini Penyerahan Setidaknya Kelok sembilan, merupakan salah satu distinasi wisata yang ikonik di Kab. Limapuluh kota. Keindahan destinasi panorama alam dewasa ini di rusak oleh jejeran lapak-lapak liar. Bagian atau lokasi yang bagus untuk berswafoto, sudah dirampas oleh lapak-lapak liar para pedagang di sana.
Halnya keberadaan bangunan lapak di kelok Sembilan itu, didirikan tanpa izin dari siapapun, demikian ungkap salah seorang pemilik lapak, ET ( 49) Selasa, ( 21-2) Sebagian besar pemiliknya merupakan warga Ulu Aie. Hanya Sebagian kecil saja yang berasal dari Lubukbangku. Kedua Desa itu, masih berada dalam kenagarian Sarilamak Kec.Harau.
Untuk mendapatkan lokasi mendirikan lapak, kata ET, tergantung “siapa yang cepat, dialah yang dapat”. Bahkan tidak jarang terjadi percekcokan, yang berlanjut dengan perkelahian. Diantara percekcokan soal lahan utk mendirikan lapak, pernah seorang anak kandung dan Bapaknya berkelahi dan saling mengejar dengan Ladiang ( Golok-red ).
Hal lain menyangkut soal lapak diungkapkan Sl ( 42 ). saat diwawancarai Indra dari Kaba Sumbar selasa siang (21-2 ) mengaku kecewa dengan pengelolaan sampah di kawasan setempat. Menurutnya, semua pemilik Lapak, harus membayar pengelolaan sampah. Namun, kumpulan sampah itu, tidak dibuang oleh pengelola it uke tempat yang semestinya. Sampah hanya dibuang di seputaran tebing dan ngarai di sana.
Kerawanan lain yang ada di kawasan setempat, yakni rawan tertimpa pohon yang ada di ketinggian tebing-tebing di atas jalan layang tersebut. Beberapa kali telah terjadi tumbangnya pohon dan menimpa pengunjung yang tengah berada di sana. Hal itu, kata SL, karena tidak adanya perhatian pemerintah terhadap Kawasan Kelok Sembilan ini.
Salah seorang pengunjung asal Prov.Riau, mengaku sangat tergangu dengan keberadaan Lapak-lapak liar di sana. Menurut pengunjung yang enggan menyebutkan identitasnya itu, berharap pihak pemerintah Kab. Limapuluh Kota mengelola keberadaan Lapak-lapak tersebut. Jika memang Kawasan jembatan Layang kelok Sembilan itu, belum ada serah terima dari Pemrov Sumbar, seyogyanya Pemkab Limapuluh-kota pro-aktif, lakukan jemput bola.
Menurut pengunjung yang datang dengan mobil Pajero berplat nopol BM itu bahwa kawasan ini, bernilai tinggi dan luar biasa indahnya. Sangat disayangkan jika salah satu Ikon wisata Kelok Sembilan ini ditelantarkan seperti sekarang ini. Di mana-mana sampah berserakan. Parkirpun tidak dikelola dengan baik. Bukan kah Kelok Sembilan ini, gerbangnya Sumatera Barat dari arah timur Indonesia. Jangan sampai kondisi semrawut lokasi ini menimbul citra buruk bagi Suamatera Barat, pungkasnya.
Facebook Comments